Beberapa Taman Kanak-kanak di Indonesia telah memulai setapak langkah berani yang bagus yakni mengajak anak-anak mengenal sains dengan melakukan eksperimen. Langkah ini dapat dipandang setidaknya melalui dua kacamata. Melalui kacamata bisnis, boleh jadi ini sebuah langkah diferensiasi, bagian dari cetak biru strategi memenangkan pasar. Melalui kacamata idealisme, boleh jadi ini merupakan salah satu keluaran dari kegelisahan panjang tentang bagaimana seharusnya anak-anak dibesarkan. Boleh jadi pula, kacamata itu bifokal: bisnis dan idealisme dalam satu “kaca”.
Pertanyaannya dari sudut usia anak-anak adalah, apakah tidak terlalu cepat? Ada sebuah korespondensi elektronik yang pernah saya baca mengenai ini. Jawabannya ialah, tidak ada saat yang terlalu cepat untuk memperkenalkan sains melalui eksperimen. Saya setuju.
Pertanyaan dari sudut manfaat bagi anak-anak adalah, apakah efektif
bermain sains di TK? Tergantung. Apabila sesudah eksperimen anak-anak
dijejali dengan penjelasan-penjelasan, maka itu tentulah sangat jauh
dari efektif. Ambil contoh eksperimen membesarkan balon dengan
mempertemukan cuka dan soda kue di dalam botol yang mulutnya dipasangi
balon. Andaikan saja kegiatan eksperimen diakhiri dengan memberikan
penjelasan mengapa terjadi begitu, maka menurut pengalaman tidak akan
digubris. Anak-anak terlalu sibuk mengamati balon yang semula terkulai
tiba-tiba meregang dan membesar. Sudah itu mereka saling sibuk
bercerita, “hei, balonku jadi besar”, sementara yang lain menimpali, “balonku juga”, lalu ada yang tak mau kalah, “balonku lebih besar”.
Tertibkanlah mereka untuk duduk di tempat masing-masing, karena akan
ada penjelasan tentang “gas”. Mungkin mereka akan bisa ditenangkan
sebentar, kemudian gaduh lagi. Pikir mereka, “orang dewasa ini ngomong apa sih?” atau “Ada balon lagi untuk digede-in nggak?”
Jauh lebih inspiratif apabila dibiarkan saja anak-anak itu terus mengamati. Saling berceloteh. “Hei lihat, ada busa di dalam botol”. Sementara yang lain menimpali, “Wuih, botolnya jadi dingin!”
Tak perlu dipaksakan hadirnya penjelasan-penjelasan, kecuali apabila
ada yang bertanya. Inipun haruslah sederhana. Lantas kalau begitu apa
manfaatnya? Bukankah nilai sainsnya terletak pada jawaban dari
pertanyaan “mengapa terjadi seperti itu?”
Benar demikian, tetapi biarlah penjelasan itu nanti saja saat mereka
sudah bertambah usia. Tanpa itu pun sesungguhnya mereka sudah belajar
banyak. Di antaranya mereka sudah melakukan pengamatan atau observasi
(balon yang terkulai menjadi besar, botol menjadi dingin dan muncul
gelembung udara), dan juga membandingkan (balonku lebih besar). Mereka
belajar bahwa ada cara lain untuk membesarkan balon selain meniup dengan
mulut atau pompa, bahwa ada dua bahan “hebat” yang apabila dicampur
bisa membuat balon jadi besar. Mereka juga mengamati, bahwa sesuatu yang
tadinya tidak ada menjadi ada.
Di rumah, biasanya mereka bercerita kepada ayah dan ibu. Dengan tutur
yang barangkali masih melompat-lompat, mereka berupaya menceritakan
kembali langkah eksperimen dengan urut. Dalam bentuk yang sederhana,
mereka belajar presentasi. Biasanya pula mereka akan terinspirasi untuk
mengulangi lagi percobaan serupa itu, kali ini dengan bahan-bahan yang
lain. Bagaimana kalau gula dan garam yang dicampur, apa bisa balon
membesar? Mungkin bisa. Coba tambahkan sabun, lalu tepung, lalu bahan
lain sehingga akhirnya menjadi adonan yang tidak karuan. Balon tetap
saja tidak besar. Mereka lalu berpikir kira-kira seperti ini, “o,
kalau begitu aku perlu dua bahan yang tadi dipakai di sekolah. Tapi
meskipun nggak berhasil membesarkan balon, aku berhasil membuat campuran
yang seru. Asyik juga.” Jelaslah terlihat proses kreatif
berlangsung di sini. Jelas pula terlihat serangkaian disiplin sains,
seperti mendefinisikan masalah (apakah gula dan garam bisa membesarkan
balon?) membuat hipotesis (mungkin bisa), melakukan percobaan (kegiatan
campur mencampur), dan menyimpulkan (ternyata balon tidak membesar dan
eksperimen tidak harus selalu berhasil).
Ada lagi manfaat yang amat penting. Memberikan kesempatan
bereksperimen kepada anak-anak berarti mendorong mereka untuk berani
mencoba. Suatu sifat mental yang kini amat berharga dan langka di dunia
orang dewasa. Banyak sungguh orang dewasa yang terpenjara oleh ketakutan
dan kecemasan yang diciptakan oleh pikiran sendiri. Amat sering kita
jumpai orang-orang yang tak berani mengambil resiko, memilih diam,
menghamba kepada kemapanan. Jikalau kesempatan untuk berani mencoba
terus menerus diberikan kepada anak-anak, maka sangat mungkin kelak
mereka tumbuh menjadi manusia penempuh resiko, sang pembuka jalan, sang
pencatat sejarah.
Selain itu melakukan eksperimen adalah pintu yang paling asyik untuk
memasuki dunia sains. Kalau dilakukan di masa kanak-kanak, maka ia
berpotensi besar untuk menjadi memori masa kecil yang menyenangkan. Saat
bertambah usia dan tiba waktunya mereka mendalami sains dengan disiplin
yang lebih “serius”, maka memori masa kanak-kanak itu akan
bermetamorfosis menjadi sebentuk persepsi, bahwa sains itu menyenangkan!
Tatkala sains menjadi menyenangkan, maka energi yang besar akan
bersemayam di dalam diri anak-anak. Ketakutan dan kecemasan bahwa sains
itu menyeramkan dapat dipastikan akan terkubur dalam-dalam. Kalaulah itu
terjadi, sungguh berbahagialah bangsa ini. Mimpi untuk menyejajarkan
diri dengan bangsa-bangsa dunia dalam hal sains dan teknologi bukan lagi
bagai pungguk merindukan bulan.
(A. Muzi Marpaung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar